Dunia
Keperawatan dalam Sejarah Islam
Kegiatan
pelayanan keperawatan berkualiatas telah dimulai sejak seorang perawat muslim
pertama yaitu Siti Rufaidah pada jaman Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu
berusaha memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan
apakah kliennya kaya atau miskin. Ada pula yang mengenal sebagai Rufaidah binti
Sa’ad/Rufaidah Al-Asalmiya dimana dalam beberapa catatan publikasi menyebutkan
Rufaidah Al-Asalmiya, yang memulai praktek keperawatan dimasa Nabi Muhammad SAW
adalah perawat pertama muslim. Sementara sejarah perawat di Eropa dan Amerika
mengenal Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan modern, Negara di
timur tengah memberikan status ini kepada Rufaidah, seorang perawat muslim.
Talenta perjuangan dan kepahlawanan Rufaidah secara verbal diteruskan turun
temurun dari generasi ke generasi di perawat Islam khususnya di Arab Saudi dan
diteruskan ke generasi modern perawat di Saudi dan Timur Tengah.
Selama
ini pula perawat Indonesia khususnya lebih mengenal Florence Nightingale
sebagai tokoh keperawatan, yang mungkin saja lebih dikarenakan konsep
keperawatan modern yang mengadopsi litelature barat. Florence Nightingale
adalah pelopor perawat modern. Ia dikenali dengan nama The Lady With The Lamp
dalam bahasa Inggris yang berarti “Sang Wanita dengan Lampu”. Nama depannya,
Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau
Florence dalam bahasa Inggris.

Florence
dilahirkan dalam keluarga berada dan tumbuh sebagai wanita yang menawan dan
periang yang mempunyai masa depan yang cerah. Bagaimanapun penderitaan yang
dilihatnya semasa peperangan di semenanjung Krim di Rusia tahun 1858,
menyebabkan hati Florence Nightingale tersentuh melihat penderitaan tentara
yang luka dan dibiarkan saja dalam rumah sakit yang kotor. Florence Nightingale
dikenal sebagai perawat dan teoris pertama yang memiliki body of knowledge
keperawatan. Nigtingale menekankan fokus intervensi keperawatan adalah membuat
lingkungan yang kondusif bagi manusia untuk hidup sehat. Sebagian besar dari
pemikiran Nightingale masih relevan dengan pendidikan keperawatan di Indonesia
pada masa sekarang maupun yang akan datang.
1.
Mengenal Rufaidah binti Sa’ad (Ruafaidah Al-Asalmiya)
Prof.
Dr. Omar Hasan Kasule, Sr, 1998 dalam studi Paper Presented at the 3rd
International Nursing Conference “Empowerment and Health: An Agenda for Nurses
in the 21st Century” yang diselenggarakan di Brunei Darussalam 1-4 Nopember
1998, menggambarkan Rufaidah adalah perawat profesional pertama dimasa sejarah
islam. Beliau hidup di masa Nabi Muhammad SAW di abad pertama Hijriah/abad ke-8
Sesudah Masehi, dan diilustrasikan sebagai perawat teladan, baik dan bersifat
empati. Rufaidah adalah seorang pemimpin, organisatoris, mampu memobilisasi dan
memotivasi orang lain. Dan digambarkan pula memiliki pengalaman klinik yang
dapat ditularkan kepada perawat lain, yang dilatih dan bekerja dengannya. Dia
tidak hanya melaksanakan peran perawat dalam aspek klinikal semata, namun juga
melaksanakan peran komunitas dan memecahkan masalah sosial yang dapat
mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit. Rufaidah adalah public health
nurse dan social worker, yang menjadi inspirasi bagi profesi perawat di dunia
Islam.
Rufaidah
binti Sa’ad memiliki nama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al Bani Aslam Al
Khazraj, yang tinggal di Madinah, dia lahir di Yathrib dan termasuk kaum Ansar
(golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah). Ayahnya seorang dokter,
dan dia mempelajari ilmu keperawatan saat bekerja membantu ayahnya. Dan saat
kota Madinah berkembang, Rufaidah mengabdikan diri merawat kaum muslim yang
sakit, dan membangun tenda di luar Masjid Nabawi saat damai. Dan saat perang
Badr, Uhud, Khandaq dan Perang Khaibar dia menjadi sukarelawan dan merawat
korban yang terluka akibat perang. Dan mendirikan Rumah sakit lapangan sehingga
terkenal saat perang dan Nabi Muhammad SAW sendiri memerintahkan korban yang
terluka dirawat olehnya. Pernah digambarkan saat perang Ghazwat al Khandaq,
Sa’ad bin Ma’adh yang terluka dan tertancap panah di tangannya, dirawat oleh
Rufaidah hingga stabil/homeostatis.

Rufaidah
melatih pula beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat, dan dalam perang
Khaibar mereka meminta ijin Nabi Muhammad SAW, untuk ikut di garis belakang
pertempuran untuk merawat mereka yang terluka, dan Nabi mengijinkannya. Tugas
ini digambarkan mulia untuk Rufaidah, dan merupakan pengakuan awal untuk
pekerjaaannya di bidang keperawatan dan medis.
Konstribusi
Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang terluka akibat perang. Namun juga
terlibat dalam aktifitas sosial di komuniti. Dia memberikan perhatian kepada
setiap muslim, miskin, anak yatim, atau penderita cacat mental. Dia merawat
anak yatim dan memberikan bekal pendidikan. Rufaidah digambarkan memiliki
kepribadian yang luhur dan empati sehingga memberikan pelayanan keperawatan
yang diberikan kepada pasiennya dengan baik pula. Sentuhan sisi kemanusiaan
adalah hal yang penting bagi perawat, sehingga perkembangan sisi tehnologi dan
sisi kemanusiaan (human touch) mesti seimbang. Rufaidah juga digambarkan
sebagai pemimpin dan pencetus Sekolah Keperawatan pertama di dunia Islam,
meskipun lokasinya tidak dapat dilaporkan, dia juga merupakan penyokong
advokasi pencegahan penyakit (preventif care) dan menyebarkan pentingnya
penyuluhan kesehatan (health education).

Ummu
Ammara juga dikenal juga sebagai Nusaibat binti Ka’ab bin Maziniyat, dia adalah
ibu dari Abdullah dan Habi, anak dari Bani Zayd bin Asim. Nusaibat dibantu
suami dan anaknya dalam bidang keperawatan. Dia berpartisipasi dalam Perjanjian
Aqabat dan perjanjian Ridhwan, dan andil dalam perang Uhud dan perang melawan
musailamah di Yamamah bersama anak dan suaminya. Dia terluka 12 kali, tangannya
terputus dan dia meninggal dengan luka-lukanya. Dia terlibat dalam perang Uhud,
merawat korban yang luka dan mensuplai air dan juga digambarkan berperang
menggunakan pedang membela Nabi.
2.
Masa Sejarah Perkembangan Islam dalam Keperawatan
Masa
sejarah perkembangan islam dalam keperawatan, tidak dapat dipisahkan dalam
konteks perkembangan keperawatan di Arab Saudi khususnya, dan negara-negara di
timur tengah umumnya. Berikut ini akan lebih dijelaskan tentang sejarah
perkembangan keperawatan di masa Islam dan di Arab Saudi khususnya.
a.
Masa penyebaran Islam/ The Islamic Period (570 – 632 M)
Dokumen
tentang keperawatan sebelum-islam (pre-islamic period) sebelum 570 M sangat
sedikit ditemukan. Perkembangan keperawatan di masa ini, sejalan dengan perang
kaum muslimin/jihad (holy wars), memberikan gambaran tentang keperawatan dimasa
ini. Sistem kedokteran masa lalu yang lebih menjelaskan pengobatan dilakukan
oleh dokter ke rumah pasien dengan memberikan resep, lebih dominan. Hanya
sedikit sekali lilature tentang perawat, namun dalam periode ini dikenal
seorang perawat yang bersama Nabi Muhammad SAW telah melakukan peran keperawatan
yaitu Rufaidah binti Sa’ad/Rufaidah Al-Asamiya.
b.
Masa Setelah Nabi/Post –Prophetic Era (632 – 1000 M).
Sejarah
tentang keperawatan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW jarang sekali. Dokumen
yang ada lebih didominasi oleh kedokteran dimasa itu. Dr Al-Razi yang
digambarkan sebagai seorang pendidik, dan menjadi pedoman yang juga menyediakan
pelayanan keperawatan. Dia menulis dua karangan tentang “The Reason Why Some
Persons and the Common People Leave a Physician Even if He Is Clever” dan “A Clever
Physician Does Not Have the Power to Heal All Diseases, for That is Not Within
the Realm of Possibility.” Di masa ini ada perawat diberi nama “Al Asiyah” dari
kata Aasa yang berarti mengobati luka, dengan tugas utama memberikan makanan,
memberikan obat, dan rehidrasi.
c.
Masa Late to Middle Ages (1000 – 1500 M)
Dimasa
ini negara-negara Arab membangun RS dengan baik, dan mengenalkan perawatan
orang sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam peradaban Islam dan
banyak dianut RS modern saat ini hingga sekarang, yaitu pemisahan anatar ruang
pasien laki-laki dan wanita, serta perawat wanita merawat pasien wanita dan
perawat laki-laki, hanya merawat pasien laki-laki.
d.
Masa Modern (1500 – sekarang) Early Leaders in Nursing’s Development
Masa
ini ditandai dengan banyaknya ekspatriat asing (perawat asing dari Eropa,
Amerika dan Australia, India, Philipina) yang masuk dan bekerja di RS di
negara-negara Timur Tengah. Bahkan dokumen tentang keperawatan di Arab, sampai
tahun 1950 jarang sekali, namun di tahun 1890 seorang misionaris Amerika,
dokter dan perawat dari Amerika telah masuk Bahrain dan Riyadh untuk merawat
Raja Saudi King Saud.
Dimasa
ini ada seorang perawat Timur Tengah bernama Lutfiyyah Al-Khateeb, seorang
perawat bidan Saudi pertama yang mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo dan
kembali ke negaranya, dan di tahun 1960 dia membangun Institusi Keperawatan di
Arab Saudi.
Meskipun
keperawatan masih baru sebagai profesi di Timur tengah, sebenarnya telah
dibangun di masa Nabi Muhammad SAW. Dimana mempengaruhi philosofi praktek, dan
profesi keperawatan. Dan sejak tahun 1950 dengan dikenalkannya organized health
care dan pembangunan RS di Arab Saudi, keperawatan menjadi lebih maju dan bukan
hanya sekedar pekerjaan.
3.
Keperawatan, Islam, Masa Kini dan Mendatang
Dr.
H Afif Muhammad dalam seminar perawat rohani Islam di Akper Aisyiyah, Bandung
31/8/2004 mengatakan, masalah sehat dan sakit adalah alami sebagai ujian dari
Allah SWT, hingga manusia tidak akan bisa terbebas dari sakit. “Sehat kerap
membuat orang lupa dan lalai baik dalam melaksanakan perintah-perintah Allah
maupun mensyukuri nikmat sehatnya. Kita sering menyebut kondisi yang tidak
menyenangkan seperti sakit sebagai musibah yang terkesan negatif, padahal
musibah berkonotasi positif.
Tugas
seorang perawat, menurut H. Afif, menekankan pasien agar tidak berputus asa
apalagi menyatakan kepada pasiennya tidak memiliki harapan hidup lagi.
“Pernyataan tidak memiliki harapan hidup untuk seorang muslim tidak dapat
dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa menanganinya, tapi kalau Allah
bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan hukum sebab akibat,” katanya.
Perawat juga memandu pasiennya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga
kondisinya semakin saleh yang bisa mendatangkan “manjurnya” doa.
Dr.
Ahmad Khan (lulusan suma cumlaude dari Duke University) yang menemukan
Ayat-ayat Al Quran dalam DNA (Deoxy Nucletida Acid) berpesan semoga penerbitan
buku saya “Alquran dan Genetik”, semakin menyadarkan umat Islam, bahwa Islam
adalah jalan hidup yang lengkap. Kita tidak bisa lagi memisahkan agama dari
ilmu politik, pendidikan atau seni. Semoga muslim menyadari bahwa tidak ada
gunanya mempertentangkan ilmu dengan agama. Demikian juga dengan ilmu-ilmu
keperawatan penulis berharap akan datang suatu generasi yang mendalami
prinsip-prinsip ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini dapat
dimulai dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang beragama
Islam baik di institusi pendidikan atau pada level pemerintah.
Di
negara-negara timur tengah, konteks keperawatan sendiri banyak dipengaruhi oleh
sejarah keperawatan dalam Islam, budaya dan kepercayaan di Arab, keyakinan akan
kesehatan dari sudut pandang islam (Islamic health belief), dan nilai-nilai
profesional yang diperoleh dari pendidikan keperawatan. Tidak seperti pandangan
keperawatan di negara barat, keyakinan akan spiritual islam tercermin dalam
budaya mereka.
Di
Indonesia mungkin hal serupa juga terjadi, tinggal bagaimana keperawatan dan
islam dapat berkembang sejalan dalam harmoni percepatan tuntutan asuhan
keperawatan, kompleksitas penyakit, perkembangan tehnologi kesehatan dan
informatika kesehatan. Agar tetap mengenang dan menteladani sejarah
perkembangan keperawatan yang di mulai oleh Rufaida binti Sa’ad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar