I.
PENGERTIAN
Trauma
kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak
disertai atau tanpa disertai perdarahan intestiri dan tidak menganggu jaringan
otak
( Brunner & Suddarth, 2000 )
Head
injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala,
tengkorak
atau otak. Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma
cranicerebral, termasuk gangguan kesadaran.
( Iwan, S.Kp, 2007 )
Trauma
kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala.
( Suriadi & Rita Yuliani, 2001 )
- Jenis Trauma Otak
1. Trauma Primer
~ Terjadi karena benturan langsung
atau tidak langsung (akselerasi/deselerasi utuh).
2. Trauma Sekunder
~ Merupakan akibat dari trauma saraf
(melalui akson) yang meluas, hipertensi, intrakranial, hipoksia, hiperapnea,
atau hipotensi sistemik.
( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )
- Jenis Trauma Kepala
1. Robekan Kulit Kepala
Robekan
kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena
kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan
konstriksi, sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi
utama robekan kepala ini adalah infeksi.
2.. Fraktur Tulang Tengkorak
Fraktur tulang tengkorak sering
terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk menggambarkan fraktur tulang
tengkorak :
Garis patahan atau tekanan.
Sederhana, remuk atau compound..
3. Terbuka atau Tertutup
Fraktur yang terbuka atau tertutup
bergantung pada keadaan robekan kulit atau sampai menembus kedalam lapisan
otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang tengkorak bergantung pada kecepatan
pukulan, momentum, trauma langsung atau tidak.
II. ANATOMI
FISIOLOGI
Tulang kepala terdiri dari 3
lapisan:
- Tabula Eksterna
Merupakan lapisan yang keras
- Diploe
Merupakan
lapisan tulang “cancellous” dan mengandung banyak cabang – cabang arteri / vena
diploika yang berasal baik dati permukaan luar maupun dari durameter.
- Tabula Interna
Serupa
tabula eksterna tetapi hanya lebih tipis, sehingga pada benturan tidak tertutup
kemungkinan terjadi fraktur menekan pada tabula interna, dengan tabula eksterna
tetapi intak.
Meningen
Membran jaringan ikat yang terdiri
dari:
1.Durameter (Pachymeninx)
- Lapisan paling luar, merupakan
lapisan fibrosa, liat dan kuat.
- Membagi ruang antara kranium
dan otak menjadi:
*Ruang Epidural : antara tulang dan
durameter
*Ruang Subdural : antara durameter
dan otak
- Terdiri dari 2 lapisan:
*Lapisan
luar : dikenal sebagai periosteum interna dan berhubungan dengan periosteum
eksterna melalui foramen magnum.
*Lapisan
dalam : berjalan terus ke distal sebagai durameter spinal. Dengan adanya
struktur ini tidak terjadi komunikasi antara ruang epidural kepala dengan ruang
epidural spinal.
- Mempunyai 4 bangunan lipatan
durameter, yaitu:
*Falx Cerebri
*Tentorium Cerebri
*Difragma Sella
*Falx Serebeli
2. Arakhnoid
- Membran jaringan ikat, tipis,
tansparan, avaskuler terpisah dari durameter diatasnya hanya oleh sedikit
cairan yang fungsinya sebagai pembasah.
- Di permukaan basal otak dan
sekitar batang otak, piameter dan arakhnoid terpisah agak jauh sehingga
terbentuk ruang sisterna subarakhnoid.
Dibagian ventral baatang otak
- Sisterna
kiasmatik : terletak di daerah kiasma optika
- Sisterna
interpendukularis : terletak pada fossa interpedunkularis mesensefalon
- Sisterna pontin
: terletak di persimpangan pontomedularis
Dibagian dorsal batang otak
- Sisterna magna
(sisterna cerebellomedullaris)
- Sisterna ambiens
(sisterna superior)
3. Piameter
- Lapisan meningen paling dalam,
terdiri dari 2 lapis;
- Fungsi : sebagai pelindung
masuknya bahan toksis atau mikroorganisme.
- Melekat pada parenkim otak /
spinal, sehingga mengikuti bentuk sulkus-sulkus.
- Mengandung pembuluh darah kecil
yang memebri makan pada struktur otak dibawahnya.
- Bersama dengan lapisan
arakhnoid disebut Leptomeningen.
Pembagian otak ada 3 yaitu:
-Serebrum
(otak besar)
Terdiri dari 2 hemisfer dan 4 lobus
- Hemisfer kanan
dan hemisfer kiri
- Lobus terdiri
dari:
- lobus frontal
lobus terbesar, pada tosa anterior
fungsi : mengontrol perilaku
individu,kepribadian, membuat keputusan dan menahan diri
- lobus temporal (samping)
fungsi menginterpretasikan sensori
mengecap, bau dan pendengaran
- lobusparietal
fungsi menginterpretasikan sensori
- lobus oksipital (posterior)
fungsi menginterpretasikan
penglihatan
-Serebelum
(otak kecil)
Terletak di bagian posterior dan
terpisah dari hemister serebral
Serebelum mempunyai fungsi
merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan
gerakan halus.
-Batang
Otak
Terdiri dari bagian-bagian otak
tengah, pons dan medula oblongata:
*otak tengah
menghubungkan pons dan serebelum
dengan hemister serebrum
*pons
terletak di depan serebelum antara
otak tengah dan medula
*medula oblongata
fungsi meneruskan serabut-serabut
motorik dari otak medula spinalis ke otak
Sistem Syaraf Perifer
-
sistem syaraf somatik
-
sistem syaraf otonom : * susunan syaraf simpatis
* susunan syaraf parasimpatis
~ Sistem syaraf Somatik
Susunan syaraf yang mempunyai
peranan spesifik untuk mengetur aktivitas otot sadar / serat lintang.
~ Sistem syaraf Otonom
Susunan syaraf yang mempunyai
peranan penting, mempengaruhi pekerjaan otot tak sadar (otot polos).
Seperti: otot jantung, hati,
pancreas, saluran pencernaan, kelenjar, dll.
Fungsi Sistem Persyarafan
- Menerima informasi (stimulus)
internal maupun eksternal, melalui syarat sensori.
- Mengkomunikasikan antara syarat
pusat sampai syarat tepi
- Mengolah informasi yang
diterima di medula spinalis dan atau di otak, yaitu menentukan respon.
- Mengatur
jawaban (respon) secara cepat melalui syaraf motorik (efferent motorik
palway), ke organ-organ tubuh sebagai kontrol / modifikasi tindakan.
Sirkulasi darah pada Serebral
Otak menerima sekitar 20% dari curah
jantung. Kurangnya suplai darah ke otak dapat menyebabkan jaringan rusak
ireversibel.
2
arteri yaitu arteri carotis interdan dan arteri vertebral adalah arteri yang
menyuplai darah ke otak. Pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, terdapat
sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri karotis interna dan
vertebral, disebut sirkulus wilisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri
carotis internal. Sedangkan vena-vena pada serebri bersifat unik, karena tidak
seperti vena-vena lain. Vena-vena serebri tidak mempunyai katup untuk mencegah
aliran darah balik.
( Brunner and Sudarth, 2002 )
III.
ETIOLOGI
Cidera kepala dapat disebabkan oleh
dua hal antara lain :
- Benda tajam
Trauma benda tajam dapat menyebabkan
cidera setempat.
- Benda tumpul
Dapat menyebabkan cidera seluruh
kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak.
Penyebab lain:
- kecelakaan lalulintas
- jatuh
- pukulan
- kejatuhan benda
- kecelakaan kerja / industri
- cidera lahir
- luka tembak
( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 25 )
Mekanisme cidera kepala
- Ekselerasi
Ketika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam.
Contoh : akibat pukulan lemparan.
- Deselerasi
Akibat kepala membentur benda yang
tidak bergerak.
Contoh : kepala membentur aspal.
- Deforinitas
Dihubungkan
dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagian tubuh yang dipengaruhi
oleh kekuatan pada tengkorak.
Berdasarkan berat ringannya :
1)
Cidera kepala ringan → G
C S : 13 – 15
2)
Cidera kepala sedang → G C S :
9 – 12
3)
Cidera kepala berat
→ G C S : 3 – 8
Penyebab
terbesar cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor.jatuh dan
terpeleset.Biomekanika cedera kepala ringan yang utama adalah akibat efek
ekselarasi/deselerasi atau rotasi dan putaran. Efek ekselerasi/deselerasi akan
menyebabkan kontusi jaringan otak akibat benturan dengan tulang tengkorak,
terutama di bagian frontal dan frontal temperol. Gaya benturan yag menyebar
dapat menyebabkan cedera aksonal difus (diffuse axonal injury) atau cedera
coup-contra.coup.
( Hoffman,dkk,1996 ).
IV. TANDA
DAN GEJALA
Tanda dan gejala cidera kepala dapat
dikelompokkan dalam 3 kategori utama:
- Tanda dan gejala fisik/sumatik
Nyeri kepala, dizziness, nausea,
vomitus.
- Tanda dan gejala kognitif
Gangguan memori, gangguan perhatian
dan berpikir kompleks.
- Tanda dan gejala
emosional/kepribadian
Kecemasan, iritabilitas.
(Hoffman, dkk, 1996)
Gejala sbb:
- jika klien sadar akan mengeluh
sakit kepala berat
- muntah projektil
- papil edema
- kesadaran makin menurun
- perubahan tipe pernapasan
- anisokor
- tekanan darah turun,
bradikardia
- suhu tubuh yang sulit
dikendalikan
( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 31 )
VI.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada Trauma Kapitis :
- Kebocoran cairan Serebrospinal
Akibat fraktor pada Fossa anterior
dekat sinus frontal atau dari fraktor tengkorak bagian petrous dari tulang
temporol.
- Kejang
Kejang pasca trauma dapat terjadi
secara (dalam 24 jam pertama) dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu
minggu).
- Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatik
pada rangkai hipofisis menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik.
Hudak & Gallo ( 1996 )
VII.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Scan – CT
Mengidentifikasi adanya
SOL.Hemorogi, menentukan Ukuran ventrikel, pergeseraan cairan otak.
- MRI
Sama dengan Scan –CT dengan atau
tanpa kontras.
- Angiografi Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi
serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan
trauma.
- EEG
Memperlihatkan keberadaan atau
perkembangan gelombang
- Sinar X
Mendeteksi
adanya perubahan struktur tulang (Fraktor) pergeseran struktur dari garis
tengah (karena perdarahan) edema dan adanya frakmen tulang.
- BAER (Brain Auditory Evoked)
Menentukan fungsi dari kortel dan
batang otak .
- PET (Positron Emission
Tomografi)
Menunjukkan aktiitas metabolisme
pada otak.
- Pungsi Lombal CSS
Dapat menduga adanya perdarahan
subarachnoi.
- GDA (Gas Darah Arteri)
Mengetahui adanya masalah ventilasi
oksigenasi yang dapat menimbulkan
- Kimia/Elektrolit Darah
Mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam peningkatan TIK/perubahan
- Pemeriksaan Toksikolog
Mendeteksi obat yang mungkin
bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
- Kaular Anti Konvulsan Darah
Dapat dilakukan untuk mengetahui
tingkat yang cukup efektif untuk
( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )
VII.
PENATALAKSANAAN MEDIK dan NON-MEDIK
Pasien
dengan trauma kepala berat sering mengalami gangguan pernapasan, syock
hipovolemik, gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intrakranial
yang tinggi, kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler. Perlu mendapat penanganan
yang tepat.
- Medik
1. Manitol IV
Dosis awal 1 g / kg BB
Evaluasi 15 – 20 menit (bila belum
ada perbaikan tambahan dosis 0,25 g / kg BB)
Hati-hati terhadap kerusakan ginjal
- Steroid
Digunakan untuk mengurangi edema otak
- Bikarbonas Natrikus
Untuk mencegah terjadinya asidosis
- Antikonvulsan
Masih bersifat kontroversial
Tujuan : untuk profilaksis kejang
- Terapi Koma
Merupakan langkah terakhir untuk
mengendalikan TIK secara konservatif.
Terapi ini menurunkan metabolisme otak,mengurangi
edema & menurunkan TIK
Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.
- Antipiretik
Demam akan memperburuk keadaan
karena akan meningkatkan metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan
otak. Jika penyebab infeksi tambahkan antibiotik.
- Sedasi
Gaduh, gelisah merupakan gejala yang
sering ditemukan pada penderita cidera otak dan dapat meningkatkan TIK.
Lorazepam (ativan) 1 – 2 mg IV/IM
dapat diberikan dan dapat diulang pemberiannya dalam 2 – 4 jam.
Kerugian : tidak dapat memantau
kesadaran penderita.
- Antasida – AH2
Untuk mencegah perdarahan GIT :
simetidin, ranitidin, famotidin.
Furosemid adakalanya diberikan
bersama dengan obat anti edema lain.
Dosis : 1 mg/kg BB IV, dapat diulang
tiap 6 – 12 jam.
- Non-Medik
1.
Pengelolaan Pernapasan:
- pasien ditempatkan dalam posisi
miring atau seperti posisi koma.
- periksa mulut, keluarkan gigi
palsu bila ada.
- jika banyak ludah atau lendir atau
sisa muntahan lakukan penghisapan.
- hindari flexi leher yang
berlebihan karena bias menyebabkan terganggunya jalan napas/peningkatan TIK.
- trakeostomi dilakukan bila lesi di
daerah mulut atau faring parah.
- Perawat mengkaji frekuensi dan
upaya pernapasan pasien, warna kulit, bunyi pernapasan dan ekspansi dada.
- berikan penenang diazepam.
- posisi pasien selalu diubah setiap
3 jam dan lakukan fisioterapi dada 2x/sehari.
2.
Gangguan Mobilitas Fisik
-
posisikan tubuh pasien dengan posisi opistotonus; perawatan harus dilakukan
dengan tujuan untuk menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot
abnormal.
-
perawat menghindarkan terjadinya kontraktur dengan melakukan ROM pasif dengan
merenggangkan otot dan mempertahankan mobilitas fisik.
3.
Kerusakan Kulit
- menghilangkan penekanan dan
lakukan intervensi mobilitas.
4. Masalah
Hidrasi
-
pada cidera kepala terjadi kontriksi arteri-arteri renalis sehingga pembentukan
urine berkurang dan garam ditahan didalam tubuh akibat peningkatan tonus
ortosimpatik.
5. Nutrisi
pada Trauma otak berat
-
memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan meningkatnya aktivitas system
saraf ortosimpatik yang tampak pada hipertensi dan takikardi.
-
kegelisahan dan tonus otot yang meningkat menambah kebutuhan kalori.
-
bila kebutuhan kalori tidak terpenuhi maka jaringan tubuh dan lemak akan
diurai, penyembuhan luka akan lebih lama, timbul dekubitus, daya tahan menurun.
( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 66 –
69 )
IX.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin
timbul adalah:
- Resiko tidak efektifnya
bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya
tekanan intrakranial.
- Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan
intrakranial.
- Kurangnya perawatan diri
berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
- Resiko kurangnya volume cairan
berhubungan mual dan muntah.
- Resiko injuri berhubungan
dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
- Nyeri berhubungan dengan trauma
kepala.
- Resiko infeksi berhubungan
dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
- Kecemasan orang tua-anak
berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
- Resiko gangguan integritas
kulit berhubungan dengan immobilisasi.
( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner dan Sudarth, Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol-2, EGC, Jakarta, 2002.
Cholik dan Saiful, Buku Ajar
Trauma Kepala Asuhan Keperawatan Klien dengan Cidera Kepala,, Ardana
Media, Yogyakarta, 2007.
Doengoes, Marilyn. E, Rencana
Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien Edisi
3, EGC, Jakarta, 2000.
Hudak and Gallo, Keperawatan
Kritis Edisi VI, EGC, Jakarta, 1996.
Santosa, Budi (editor), Panduan
Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006,Definisi dan Klasifikasi,
Prima Medika, Jakarta, 2005.
Suriadi, Yuliani, Rita, Asuhan
Keperawatan pada Anak, Fajar Interpratama, Jakarta, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar