- PENDAHULUAN
Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai lanjutnya usia. Akibat dari masalah ini
seringkali tidak disadari oleh masyarakat, para ahli, bahkan oleh para
lanjut usia sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan, para lanjut usia
sering kali kehilangan rasa percaya diri, berkurang keinginan untuk
pergi keluar, untuk lebih aktif bergerak kesana kemari. Mereka akan
kehilangan kemampuan untuk membaca atau melihat televise. Kesemua itu
akan menurunkan aspek sosialisasi dari para lanjut usia., mengisolasi mereka dari dunia luar yang pada gilirannya akan menyebabkan depresi dengan berbagai akibatnya.
- PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Mata
adalah organ sensorik yang mentrasmisikan rangsang melalui jaras pada
otak ke lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai
dengan proses penuaan yang terjadi tentunya banyak perubahan yang
terjadi.
Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan :
Perubahan Normal yang b.d Penuaan
|
Implikasi Klinis
|
|
Penurunan penglihatan pada malam hari
Kesukaran dengan persepsi kedalamam
|
Sistem
penglihatan erat kaitannya dengan presbiopi (old sight). Lensa
kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah dan
kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak
jauh/dekat berkurang. Ketajaman penglihatan dan daya akomodasidari jarak
jauh/dekat berkurang. Penggunaan kaca mata dan system penerangan yang
baik dapat digunakan untuk mengkompensasi hal tersebut.
Perubahan sistem indra pada penuaan :
Perubahan Morfologis
|
Perubahan Fisiologis
|
Penglihatan
| |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ketika
anda memeriksa mata lansia, ingat juga bahwa tanda-tanda penuaan ocular
dapat mengubah keadaan keseluruhan mata. Anda dapat melihat bahwa mata
terletak lebih didalam orbit tulang, hal ini merupakan temuan normal
karena hilangnya jaringgan lemak akibat usia. Periksa simetrisitas alis
dan distribusi rambut. Bandingkan warna kelopak mata dengan warna kulit
wajah ; kelopak mata semestinya tidak mengalami perubahan warna seperti
kemerahan. Periksa apakah terdapat lesi atau edema, dan perhatikan arah
bulu mata. Kaji apakah kelopak mata atas menutupi sebagian atau seluruh
mata, yang menandakan ptosis, hal ini adalah suatu temuan abnormal.
Inspeksi apparatus lakrimal, perhatikan apakah ada keluaran, kemerahan,
edema, air mata yang berlebihan atau nyeri tekan. Periksa sclera dan
konjungtiva. Sclera biasanya tampak berwarna putih krem. Inspeksi pupil,
perhatikan ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya. Inspeksi iris,
perhatikan setiap aberasi marjin. Anda dapat melihat pigmentasi iris
irregular bilateral, dengan pigmen normal yang berubah menjadi warna
coklat pucat. Uji ketajamam penglihatan dengan atau tanpa lensa
korektif, perhatikan setiap perbedaan. Lakukan pemeriksaan oftalmoskopik
untuk memeriksa struktur internal.
2.2 Gangguan Penglihatan
2.2.1 Perubahan struktur kelopak mata
Dengan
bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak
mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional
terjadi pada :
- M.orbicular
- Retractor palpebra inferior
- Tartus
- Tendo kantus medial/lateral
- Aponeurosis muskulus levator palpebra
- Kulit
Berikut penjelasan dari uraian diatas :
- M.orbicular
Perubahan
pada m.orbicularis bias menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu
terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada
usia lanjut disebut entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun
proses terjadinya mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada
m.orbicularis preseptal dimana enteropion muskulus tersebut relative
stabil.
Pada
ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis
menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan
tartus akan menebal sehingga secara mekanik akan memperberat
ektropionnya.
- Retractor palpebra inferior
Kekendoran
retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/
berputar kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.
- Tartus
Bilaman
tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas
lebih melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.
- Tendo kantus medial/lateral
Perubahan
involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/
lateral sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang.
Perubahan-perubahan
pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata
pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita.
Akibatnya kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata.
Jadi apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo palpebra
menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-perubahan yang terjadi
pada m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.
- Aponeurosis muskulus levator palpebra
Dengan
bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami
disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis
akuisita. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis m.levator palpebra
namun m.levatornya sendiri relative stabil sepanjang usia. Bial
blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan atau secara kosmetik
menjadi keluhan bias diatasi dengan tindakan operasi.
- Kulit
Pada
usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan
elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit
yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya
peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke arterior.
Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan
disebut sebagai dermatokalis.
Gejala dan tanda :
- Kesulitan menggangkat palpebra superior
- Rasa tidak enak di daerah perorbita akibat penggunaan otot ocipitofrontalis dan otot orbicularis oculi dalam mengatasi kesulitan mengangkat palpebra.
- Terbatasnya lapangan pandang superior
- Keluhan kosmetik.
Penanganan :
Dilakukan blefaroplasti untuk mengatasi gejala dan memperbaiki penampilan.
Dengan
terjadinya perubahan struktur pada kelopak mata tersebut akibat proses
penuaan, maka secar klinis manifestasi yang sering dijumpai adalah :
- Entropion involusional
- Ektropion involusional
- Blefaroptosis
- Dermatokalasis
Aspek Klinis Entropion dan Ekstropion pada Usia Lanjut
- Entropion Senilis / Involusional
Yaitu suatu keadaan dimana margo palpebra mengalami inverse yang terjadi pada lanjut usia.
Gejala dan tanda :
- Mata merah
- Berair
- Rasa gatal
Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dan abrasi cornea. Bila berlanjut bias menyebabkan ulkus cornea.
Penanganan :
Koreksi entropion yaitu dengan cara :
- Jahitan eversi
- Prosedur Weis (splitting palpebra transversa + jahitan eversi) dengan / tanpa pemendekan horizontal
- Plikasi retractor palpebra inferior
- Ektropion Senilis / Involusional
Yaitu suatu keadaan diman margo palpebra mengalami eversi yang terjadi pada usia lanjut.
Gejala dan tanda :
- Epifora
- Konjungtiva palpebra hipewremi dan hipertrofi
- Konjungtiva bulbi hiperemi
Penanganan :
Koreksi ektropion dengan cara :
- Lazy – T
- Eksisi diamond tarsokonjungtiva
- Pemendekan palpebra horizontal
2.2.2 Perubahan sistim lakrimalis
Pada
usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa
pada system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan
palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan
menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan system kanalis lakrimalis
yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia lanjut,
diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak
dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti
terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas, namun
diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat
terjadinya sumbatan.
Setelah
usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar
lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan
sumbatan pada duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh
karena volume air matanya sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistim
lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa
tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata
tersa leleh dan kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang
didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal kadang
hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa yang perlu
dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, “Tear film break up time”
2.2.3 Proses penuaan pada kornea
Arcus Senilis (Gerontoxon, Arcus Cornea)
Merupakan
manifestasi proses penuaan pada kornea yang sering dijumpai. Keberadaan
arcus senilis ini tidak memberikan keluhan, hanya secara kosmetik
sering menjadi masalah. Kelainan ini berupa infiltrasi bahan lemak yang
berwarna keputihan, berbentuk cincin dibagian tepi kornea. Mula-mula
timbulnya dibagian inferior kemudian diikuti bagian superior berangsung
meluas dan akhirnya membentuk cincin.
Etiologi
arcus senilis diduga ada hubungannya dengan peningkatan kolestereol dan
low density lipoprotein (LDL). Bahan-bahan yang membentuk cincin
tersebut terdiri dari ester kolesterol, kolesterol dan gliserid.
Arcus
senilis mulai dijumpai pada 60% individu usia 40-60 tahun dan terjadi
pada hamper semua orang yan berusia diatas 80 tahun dimana laki-laki
lebih awal timbulnya disbanding wanita.
Perubahan sensitivitas dan fragilitas kornea lansia
Dengan
bertambahnya usia akan terjadi penurunan sensivitas kornea yang
ditimbulkan oleh rangsangan mekanis. Bagian sentral kornea lebih lama
menurunnya disbanding dengan bagian lainnya. Pengukuran CTT (Corneal
Touch Threshold) pada orang sehat yang berbeda usianya yaitu dengan
merangsang kornea menggunakan benang nilon microfilament dengan berbagai
ukuran panjang, menunjukkan bahwa CTT masih tetap sama antara usia 7-40
tahun. Mulai awal decade kelima CTT menjadi lebih tinggi,
secara nermakna dan makin bertambah dengan semakin bertambahnya usia.
Pada usia 80 tahun, hamper 2 kalinya CTT usia 10 tahun. Penyebab dari
penurunan sensitivitas kornea kemungkinan disebabkan penebalan jaringan
fibrous kornea, penurunan kandungan air atau atropi serabut-serabut
saraf.
Fragilitas
kornea diukur dengan menentukan seberapa besar tekanan yang diperlukan
untuk mencapai ambang kerusakan secara mekanis. Sampai usia 40 tahun
fragilitas kornea masih tetap sama. Namun setelah itu akan meningkat.
Berdasarkan pengalaman klinis hal ini sejalan dengan peningkatan
fragilitas kulit pada usia yang makin lanjut.
2.2.4 Perubahan muskulus siliaris
Dengan
bertambahnya usia, bentuk dari pada muskulus siliaris akan mengalami
perubahan. Pada masa kanak-kanak muskulus tersebut cenderung flat, namun
semakin bertambah usia seseorang maka serabut otot dan jaringan ikatnya
bertambah sehingga muskulus tersebut menjadi lebih tebal, terutama
bagian interior. Proses tersebut berlanjut dan mencapai tebal maksimal
pada usia + 45
tahun. Setelah itu terjadi proses degenerasi pengerutan dan ini diduga
untuk mempertahankan bentuk. Dengan usia makin lanjut selain muskulus
siliaris mengalami proses atropi, juga terjadi hialinisasi. Tampak
peningkatan jaringan ikat diantara serabut-serabut muskulus siliaris dan
nukleusnya menipis. Tampak pula butiran-butiran lemak dan deposit
kalsium diantara serabut muskulus tersebut.
Mengenai
manifestasi klinik yang dikaitkan dengan perubahan muskulus siliaris
pada lanjut usia, dikatakan bahwa degenerasi muskulus siliaris bukan
merupakan factor utama yang mendasari terjadinya presbiopia. Dengan
bertambahnya usia terjadi penurunan amplitude akomodasi dengan
manifestasi klinis yaitu presbiopoa. Penurunan amplitude akomodasi ini
diakaitkan dengan perubahan serabut-serabut lensa kurang dapat
menyesuaikan bentuknya. Untuk mengatasi hal tersebut muskulus siliaris
mengadakan kompensasi sehingga mengalami hipertropi. Proses ini terus
berlanjut dengan semaki bertambahnya usia sehingga terjadi manifestasi
presbiopia.
2.2.5 Produksi humor aqueous
Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi H.Aqueous 2.4 + 0,06
micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi H.Aqueous.
dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan
bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro
liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidsak sebanyak yang
diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi
H.Aqueous lebih stabil disbanding perubahan tekanan intra okuler atau
volume COA.
2.2.6 Perubahan refraksi
Pada
orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus
silisris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih
manifest karena hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi
sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi
miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih
cenbung.
Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%.
Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan astigmat antara lain kornea
yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada kornea, proses penuaan
pada kornea.
Penurunan
daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan
kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas
lensa dan perubahan pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan.
2.2.7 Perubahan struktur jaringan dalam bola mata
- Lensa Cyrstallina
Bentuk cakram biconvex ; berukuran diameter 9mm dan tebal bagian sentral 4mm.
Susunan anatominya :
- Kapsul
- Korteks
- Nucleus
Pada
usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20tahun nucleus mulai
terbentuk. Semakin bertambah umur nucleus makin membesar dan padat,
sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian korteks makin menipis,
elastisitas lensa berkurang, indeks bias berubah (membias sinar jadi
lemah). Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak keruh
(Sklerosis).
- Iris
Mengalami
proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang dan mengalami depigmentasi
tampak ada bercak berwarna merah muda sampai putih.
- Pupil
Kontriksi, mula-mula berdiameter 3mm, pada usia tua terjadi 1mm, reflek direk lemah.
- Badan Kaca (Vitreous)
Terjadi
degenerasi, konsistensi lebih encer (Synchisis), dapat menimbulkan
keluhan Photopsia (melihat kilatan cahaya saat ada perubahan posisi bola
mata).
- Retina
Terjadi
degenerasi (Senile Degeneration). Gambaran fundus mata mula-mula merah
jingga cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur berpigment (Tigroid
Appearance) terkesan seperti kulit harimau. Jumlah sel fotoreseptor
berkurang sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang dan terjadi
penyempitan lapang pandang.
2.2.8 Perubahan fungsional
Proses
degenerasi dialami oleh berbagai jaringan di dalam bola mata, media
refrakta menjadi kurang cemerlang dan sel-sel reseptor berkurang, visus
tajam dibandingkan pada usia muda. Keluhan silau (foto-fobi) timbul akibat proses penuaan pada kornea dan lensa.
2.2.9 Aspek Klinik
- Katarak
Katarak
adalah kekeruhan pada lensa atau kapsul lensa mata, penyebab umum
kehilangan penglihatan yang bertahap. Lensa yang keruh menghalangi
cahaya menenbus kornea, yang pada akhirnya mengamburkan tangkapan
bayangan pada retina. Sebagai hasilnya, otak menginterprestasikan
bayangan yang kabur.
Katarak
umumnya mempengaruhi kedua mata, tetapi katarak di masing-masing mata
memburuk sendiri-sendiri. Pengecualian pada katarak traumatic, yang
biasanya unilateral, dan katarak congenital, yang kondisinya dapat tidak
berubah. Katarak merupakan penyakit yang paling banyak terjadi pada
orang diatas usia 70 tahun. Pembedahan memperbaiki penglihatan pada
sekitar 95% pasien. Tampa pembedahan, katarak akhirnya menyebabkan
kehilangan penglihatan total.
Katarak di klasifikasikan berdasarkan penyebabnya :
- Katarak senile terjadi pada lansia, kemungkinan karena perubahan kimiawi pada protein lensa.
- Katarak congenital terjadi pada bayi baru lahir akibat kesalahan metabolisme sebelum dilahirkan atau akibat infeksi rubella maternal selama trimester pertama kehamilan. Katarak tipe ini juga dapat terjadi akibat anomaly congenital atau akibat genetic. Penurunanya biasanya dominant autosom; namun, katarak resesif mungkin terkait dengan kromosom seks.
- Katarak traumatic terjadi setelah benda asing mencederai lensa dengan tenaga yang cukup untuk memungkinkan humor aqueous atau vitreous memasuki kapsul lensa.
- Katarak dengan komplikasi terjadi sekunder akibat uveitis, glukoma, pigmentosa retinitis, atau ablasio retina. Katarak tipe ini juga dapat terjadi dengan penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroidisme atau dermatitis ektopik, atau akibat radiasi ion atau sinar infarmerah.
- Katarak toksik akibat dari obat-obatan atau toksisitas bahan kimiawi ergot atau fenotiazin.
Tanda dan gejala
- Kehilangan penglihatan secara bertahap dan tidak nyeri
- Penglihatan baca yang buruk
- Pandangan silau yang mengganggu dan penglihatan buruk pada sinar matahari yang terang.
- Pandangan silau yang membutakan akibat lampu sorot mobil pada saat mengemudi pada malam hari.
- Kemungkinan memiliki penglihatan yang baik pada cahaya yang redup dibandingkan pada cahaya yang terang (dengan kekeruhan pada sentral)
- Pupil berwarna putih susu
- Area putih keabu-abuan di belakang pupil (dengan katarak lanjut)
Katarak Senilis (Kekeruhan Lensa Pada Usia Tua)
Perjalanan prosesnya lewat 4 stadia :
- Stad. Insipiens
Belum
ada keluhan penurunan visus, kekeruhannnya pada korteks daerah equator,
yang dapat ditegakkan diagnosis bila pipil dilebarkan.
- Stad. Immature
Kekeruhan
lensa lebih merata, sudah menimbulkan keruhan visus saat itu terjadi
inhibisi cairan ke dalam lensa, sehingga bentuk lensa cembung
menyebabkan perubahan refraksi kea rah myope, disamping itu dapat
terjadi komplikasi glaucoma sekunder, oleh karena kamar dapat lebih
dangkal dan sudut Irido-Cornealis lebih sempit.
- Stad. Matura
Kekeruhan
lebih padat dan rata, pemeriksaan refleks fundus tidak tampak. Pada
stadium ini indikasi paling baik untuk melakukan operasi Cataract
ekstrasi.
- Stad. Hipermatura
Korteks
lenca mencair, sehingga nucleus tidak lagi pada posisi sentral,
menggeser ke bawah dan dapat bergoyang bila bola mata bergerak. Kapsula
lentis mengalami exfoliasi dapat menimbulkan Lens Induced Uveitis dan Glaukoma sekunder.
Pemeriksaan diagnostik
- Oftamoskopi tidak langsung menunjukkan area gelap di refleks merah yang normalnya homogen
- Pemeriksaan slit-lamp memastikan diagnostic kekeruhan lensa
- Pemeriksaan ketajaman penglihatan memastikan derajat kehilangan penglihatan
Penaganan
Ekstraksi
lensa dengan pembedahan dan implantasi lensa intraocular untuk
mengoreksi defisit penglihatan adalah penanganan yang lazim dilakukan.
- Glaukoma
Glaukoma
adalah penyakit mata dengan tanda : tekanan intra-okuler meninggi,
penyempitan lapangan pandang dan atropi papil syaraf Opticus umumnya
terjadi pada usia di atas 40 tahun.
Glaukoma
adalah salah satu penyebab kebutaan paling banyak di Amerika Serikat,
yang terhitung sekitar 12% dari kasus kebutaan yang baru didiagnosis.
Kebutaan paling sering terjadi pada lansia yang berusia 40 sampai 65
tahun; insidennya menurun seiring dengan pertambahan usia dan paling
banyak terjadi dikalangan wanita dan orang kulit hitam. Akan tetapi,
deteksi dini dan terapi yang efektif dapat menghasilakan prognosis yang
baik dalam mempertahankan penglihatan. Glaukoma yang tidak diobati dapat
memburuk menjadi kebutaan total.
Tanda dan gejala
- Sakit kepala tumpul di pagi hari
- Rasa sakit yang ringan pada mata
- Kehilangan penglihatan perifer (penglihatan menyempit)
- Melihat lingkaran cahaya disekitar cahaya
- Penurunan ketajaman penglihatan (khususnya pada malam hari) yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata.
- Inflamasi mata unilateral
- Kornea berkabut
- Pupil berdilatasi sedang yang tidak bereaksi terhadap cahaya
- Peningkatan tekanan intraokuler, diketahui dengan cara membuat tekanan yang lembut pada kelopak mata pasien yang tertutup menggunakan ujung jari; bola mata menahan tekanan tersebut.
Ada 2 macam galukoma :
- Primer
Ada dua macam :
- Galukoma sudut sempit/ tertutup (juga dikenal sebagai glaucoma akut)
Perjalanan proses glaucoma sudut tertutup lewat empat stadia :
- Stadium Prodromal
Stadium
ini mempunyai cirri khas ialah terjadi serangan (Attack), tekanan intra
okuler mendadak meningkat, dengan keluhan kemeng, visus turun, nrocos.
Gambaran obyektif adanya tanda kongestif (Ciliary Injection, Edema Cornea dan Iris, Kamar Depan Dangkal, Pupil Melebar)
- Stadium Akut
Bila
stadium prodromal tidak dikelola dengan baik, akan timbul stadium akut,
keluhan subyektif dan gambaran kongestif menetap, kadang-kadang
disertai Cephalgia dan mual. Funduscopy terdapat Excavatio Glaukomatosa stadium ini termasuk kedaruratan medis.
- Stadium Kronis
Masih
ada gambaran kongestif dengan tambahan kelainan yang disebabkan oleh
proses yang menetap lama, ialah Keratopathia Bullosa dan Staphiloma
Scelerae. Tekanan intra-okuler sangat tinggi dan sulit diturunkan dengan
obat.
- Stadium Absolut
Terjadi
kebutaan (Ophthalmological Blind) dengan visus nol, tidak dapat
melihat/ menerima rangsang cahaya. Visus tidak dapat direhabilitasi
dengan upaya apapun.
Upaya
pencegahan kebutaan dan galukoma harus dilakukan sedini mungkin ialah
pada stadium prodromal, dilakukan operasi Iridectomy. Bila terjadi
perubahan (Atrophy) pada papil syaraf Optik, visus tidak lagi normal.
- Glaukoma sudut lebar/ terbuka (juga dikenal sebagai glaukoma kronis, sederhana)
Dalam
perjalanan proses penyakit ini tidak pernah menimbulkan keluhan sakit
yang mencolok, visus turun pelan-pelan dan lapangan pandang menyempit.
Oleh karena tidak sakit umumnya penderita dating berobat terlambat, pada
pemeriksaan fundus copy sudah tampak terjadi Excavasio Glaukomatosa dan
Atrophy Papil Syaraf Opticus. Pengolahan penyakit ini lebih ditekannkan
pada pemakaian oabat anti glaucoma ; operasi baru dilakukan bila
tekanan intra okuler tinngi menetap tidak dapat turun dengan pemberian
obat. Pemakaian obat anti glaucoma dengan jangka panjang sering
menimbulkan keluhan dan efek samping obat. Obat dapat dihentikan
sementara dan diganti dengan tindakan Laser Trabeculoplasty, obat digunakan lagi setelah kira-kira dua bulan.
- Sekunder, akibat dari penyakit mata yang lain
Glaukoma
sekunder dapat terjadi akibat kondisi-kondisi seperti infeksi, uveitis,
cedera, pembedahan, gangguan obat-obatan yang berkepanjangan (seperti
kortikosteroid), oklusi vens dan diabetes. Kadang kala, pembuluh darah
baru dapat terbentuk (vaskularisasi baru) dan menghambat drainase humor
aqueosa.
Pemeriksaan diagnostik
- Tonometri (dengan schiøtz pneumatic atau tonometer aplanasi) mengukur tekanan intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien yang IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala glaucoma dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak menunjukkan efek klinis.
- Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata anterior, meliputi kornea, iris dan lensa.
- Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata, yang memungkinkan pemeriksa untuk membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma sudut tertutup. Sudut mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada glaucoma sudut tertutup tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia penutupan sebagian dapat terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma terjadi bersamaan.
- Oftalmoskopi mempermudah visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka, pelengkungan discus optikus dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada glaucoma sudut tertutup
- Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasaan kehilangan penglihatan perifer, yang membantu mengevaluasi pemburukan pada glaucoma sudut terbuka.
- Fotografi fundus memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.
Penanganan
Untuk
glaukoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk
mengurangi tekanan karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan
tersebut meliputi penyekat beta, seperti timolol (digunakan secara
hati-hati pada pasien yang menderita asma dan menderita bradikardia)
serta betaksolol; epineprin untuk mendilatasi pupil (dikontraindikasikan
pada glaucoma sudut tertutup); dan obat tetes mata miotik, seperti
pilokarpin, untuk meningkatkan aliran balik humor aqueosa.
Pasien
yang tidak berespons terhadap terapi obat-obatan dapat memanfaatkan
trabekuloplasti laser argon; yaitu ahli oftalmologi memfokuskan sinar
laser argon pada jalinan trabekular pada sudut terbuka. Prosedur ini
menghasilkan pembakaran termal yang mengubah permukaan meshwork tersebut
dan mudah aliran balik humor aqueosa.
Untuk
melakukan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera untuk
membuka jalinan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan kecil
dan melakukan iridektomi perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran
balik humor aqueosa dibawah konjungtiva dan menghasilkan filtering bleb.
Pada pascaoperatif, injeksi subkonjungtivafluororasil dapat diberikan
untuk mempertahankan tekanan fistula. Iridektomi mengurangi tekanan
dengan cara mengeksisi sebagian iris untuk mengembalikan aliran balik
humor aqueosa. Beberapa hari kemudian, ahli bedah melakukan iridektomi
profilaktik pada mata lainnya (yang normal) untuk mencegah episode
glaukoma akut pada mata tersebut.
Glaukoma
sudut tertutup (glaukoma akut) adalah kedaruratan yang membutuhkan
terapi segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi. Terapi
obat-obatan praoperatif awal menurunkan tekanan intraokuler dengan
asetazolamid, pilokarpin (yang mengontriksikan pupil, mendorong iris
jauh dari trabekula dan memungkinkan cairan terbebas) dan manitol lewat
I.V. atau gliserin aoal (yang mendorong cairan dari mata dengan
menjadikan hipertonik). Jika pengobatan ini gagal untuk menurunkan
tekanan, iridotomi laser atau iridektomiperifer dengan pembedahan harus
dilakukan dengan cepat untuk menyelamatkan penglihatan pasien.
Analgetik
narkotik dapat digunakan jika pasien mengalami nyeri berat. Setelah
iridektomi perifer, tetes mata sikloplegik dapat diberikan untuk
merilekskan otot-otot siliaris dan mengurangi inflamasi, sehingga
mencegah perlekatan.
- Age Related Macular Degeneration (ARMD)
Ada dua tipe :
- Atrophic ARMD
- Exudative ARMD
Beberapa factor resiko terjadinya ARMD :
- Atherosclerosis
- Diet Lipid Tinggi
- Kadar Cholesterol serum tinggi
- Merokok dan adanya refraksi anomaly hypermetrope
Teori
yang mengemukakan bahwa ARMD disebabkan oleh kerusakan Retinal Pigment
Epithelium (RPE) akibat dari terkena paparan sinar yang kuat (Excessive Exposure to Light) atau karena deficiency vitamin anti-oxidant dan mineral dalam diet, semua itu tidak pasti (not consistent).
Pathogenesis
ARDM berpangkal pada peningkatan resistensi Sirkulasi Choroid (tekanan
Chorio-Capilar), menyebabkan gangguan metabolisme dalam RPE, terjadi
degenerasi dan atropht RPE, ini merupakan gambaran ARMD type Atrophy.
Peningkatan
tensi Chorio-Capillaris menyebabkan gangguan transport metabolit di
dalam RPE terejadi akumulasi drudendan deposit pada membrane basalis
juga deposit lipoid dan membrane bruch, mudah terjadi RPE detachment dan
membrane neo vaskuler Choroidal ; ini gambaran klasik dari bentuk ARMD
exudative dan proliferative.
Prognosis
qua ad visam pada dua type ARMD, jelek ; lebih-lebih pada type
proferatif sangat mudah terjadi perdarahan sub-retina, akibatnya visus
mendadak hilang.
- Degenerasi Retina Senilis (Senile Retinal Degeneration)
Sejalan
dengan bertambahnya umur maka organ-organ pada manusipun, salah satu
bagian organ mata yang juga mengalami perubahan yaitu RETINA. Perubahan
retina karena usia merupakan hal yang fisiologis, Degenerasi Retina
Senilis.
Pada pemeriksaan obyektif didapatkan suatu gambaran fundus Senilis, Fundus Tygroid.
Faktor-faktor yang mendukung dari gambaran fundus normal, adalah :
- Darah didalam pembuluh darah besar dan Chorio-Capillaris Choroid, merupakan komponen merah.
- Kepadatan Pigment dalam sel RPE dan sel melanosit di lapisan Choroid merupakan komponen coklat.
- Jenis dan intesitas cahaya yang berasal dari alat yang untuk melakukan pemeriksaan merupakan sinar gelombang panjang (merah-kuning).
Perpaduan
komponen merah dan coklat, yang mendapat pacuan sinar merah-kuning
mendapatkan hasil merah-jingga yang cemerlang, sebagai gambaran fundus
Tygroid :
- Sklerosis Involusional/Sklerosis senilis, terjadi pada arteriole di Retina dan Choroid, menyebabkan berkurangnya komponen merah.
- Kerusakan RPE dapat menimbulkan bercak hyper-pigmentasi, disamping kepadatan pigment dalam sel Melanosit Choroid.
Beberapa perubahan/penurunan fungsi (Decreasing Function) pada Degenerasi Retina Senilis :
- Sebagai akibat dari hilangnya sel reseptor dalam sel saraf, kira-kira 2,5% per decade, maka visuskurang tajam,kemunduran sensitifitas lapang pandang, penurunan sensitivitas kontras warna dan kenaikan ambang adaptasi gelap.
- Perubahan kualitas syaraf optik
Jumlah
akson syaraf optic berkurang dan ada penambahan jaringan ikat, warna
papil saraf optic lebih pucat. Atrofi perikapiler, depigmentasi
sekeliling papil menimbulkan warna pucat sekeliling papil.
- Degenerasi Retina Perifer (Peripheral Retinal Degeneration)
Pada
usia tua, retina dibagian perifer (antara Ora Serrata dan Equator)
mengalami proses degenerasi lebih awal bila dibandingkan dengan bagian
sentral.
Beberapa macam yang dapat/sering ditemukan :
- Paving stone degeneration (Meyer Schwinckerath, 1960)
Terjadi
pada 40% populasi usia diatas 45 tahun, lesi mulai disebelah bawah.
Degenerasi macam ini berhubungan dengan penipisan retina, hilangnya
sejumlah sel reseptor, membrane limitans luar serta sejumlah sel RPE,
retina kurang melekat pada membrane Bruch dan adanya perubahan
Chorio-Capillaris. Lesi permulaan berbentuk bulat, diameter kira-kira
1,5 mm, dapat melebar dan bergabung (Confluency) menjadi lebih besar.
Tidak ada therapy.
- Cystoid degeneration
Tampak
ada rongga-rongga pada lapisan pleksiformis luar umumnya area
temporo-inferior. Lesi dapat menyebabkan gangguan lapangan pandang dan
dapat berkembang menjadi Retinonoschisis.
- Retinoschisis sinilis
Pemisahan
lapisan retina, biasanya pada lapisan pleksiformis luar sebagai
perluasan dari Degenerasi Cystoid yang progesif. Dinding retinoschisis
dapat robek dan terjadi Retinal Detachment. Retinosis yang meluas
kebelakang equator menimbulkan gangguan lapang pandang. Setiap ada lesi
Retinoschisis perlu tindakan untuk mencegah Retinal Detachment, dengan
Laser Foto-Koagulasi.
- Asuhan Keperawatan
- Pengkajian
Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini :
- Ukuran pupil mengecil
- Pemakaian kacamata
- Penglihatan ganda
- Sakit pada mata seperti glaucoma dan katarak
- Mata kemerahan
- Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan).
- Kesulitan memasukan benang ke lubang jarum.
- Permintaan untuk membacakan kalimat
- Kesulitan/ kebergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAK/BAB, serta berpindah)
- Visus
- Diagnosa Keperawatan
- Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang biasanya terdapat pada lansia dengan masalah penglihatan adalah sebagai berikut :
- gangguan persepsi sensorik : penglihatan
- risiko cidera : jatuh
- gangguan mobilitas fisik
- gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
- kurang pengetahuan
- kecemasan
Intervensi Keperawatan
Intervensi keperwatan pada lansia dengan masalah penglihatan adalah sebagai berikut :
- kaji penyebab adanya gangguan penglihatan pada klien
- pastikan objek yang dilihat dalam lingkup lapang pandang klien
- beri waktu lebih lama untuk memfokuskan sesuatu
- bersihkan mata, apabila ada kotoran gunakan kapas basah dan bersih
- kolaborasi untuk penggunaan alat Bantu penglihatan seperti kacamata dan penatalaksanaan medis untuk katarak.
- Berikan penerangan yang cukup
- Hindari cahaya yang menyilaukan
- Tulisan dicetak tebal dan besar untuk menandai atau pemberian informasi tertulis
- Periksa kesehatan mata secara berkala.
- Diagnosis Keperawatan Utama dan Kriteria Hasi (Katarak)
- Ketakutan yang berhubungan dengan kehilangan penglihatan total yang disebabkan oleh katarak yang tidak ditangani
Kriteria
hasil tindaka : Pasien akan menyatakan bahwa ia merasa rasa takutnya
berkurang dan tidak menunjukkan tanda dan gejala takut.
- Risiko cidera yang berhubungan dengan penurunan penglihatan yang disebabkan oleh katarak
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan terbebas dari cidera
- Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) yang berhubungan dengan penurunan kemampuan untuk melihat dengan sesuai sebagai akibat katarak
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mendapatkan kembali penglihatan yang hilang dengan terapi
Intervensi keperawatan
- Siapkan pasien untuk pembedahan katarak dengan tepat.
- Berikan lingkungan yang aman. Sebagai contoh, pertahankan sisi pengaman tempat tidur dinaikkan dan Bantu pasien beraktivitas jika perlu. Evaluasi keamanan rumah pasien.
- Dengarkan pasien mengungkapkan ketakutan dan kecemasan mengenai kehilangan penglihatan yang dialaminya.
- Periksa penglihatan pasien secara teratur.
Penyuluhan pasien
- Jelaskan bagaimana dan mengapa katarak terbentuk
- Tekankan manfaat pemeriksaan oftalmologik yang teratur untuk memantau derajat kerusakan penglihatan dan untuk menentukan kapan pembedahan dapat dilakukan.
- Peringatkan pasien untuk melakukan kewaspadaan keamanan sampai katarak dapat dihilangkan, termasuk menghindari mengemudi pada malam hari.
- Diagnosis Keperawatan Utama dan Kriteria Hasil (Glaukoma)
- Gangguan persepsi sensori (penglihatan) yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
Kriteria
hasil tindakan : Pasien akan mencari bantuan medis ketika perubahan
penglihatan terjadi dan akan memperoleh kembali penglihatan normal serta
mempertahankan penglihatan normalnya dengan terapi.
- Risiko cidera yang berhubungan dengan gangguan penglihatan
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan melakukan tindakan kewaspadaan untuk mencegah cedera karena kerusakan penglihatan.
- Takut yang berhubungan dengan kemungkinan kebutaan
Kriteria
hasil tindakan : Pasien akan mengidentifikasi sumber-sumber rasa takut,
mencari informasi mengenai glaucoma dari sumber-sumber yang tepat untuk
mengurangi rasa takut, dan mengungkapkan pemahaman bahwa kepatuhan
terhadap regimen terapi yang diresepkan dapat mencegah kehilangan lebih
lanjut.
Intervensi keperawatan
- Bagi pasien yang menderita glaukoma sudut tertutup, berikan obat-obatan sesuai resep, dan siapkan ia secara fisik dan psikologis untuk menjalani iridektomi laser atau pembedahan.
- Ingat untuk memberikan obat tetes mata sikloplegik hanya pada mata yang sakit. Pada mata yang tidak sakit, obat tetes mata ini dapat mencetuskan serangan glaukoma sudut tertutup dan dapat mengganggu penglihatan pasien yang masih tersisa.
- Setelah trabekulektomi, berikan obat-obatan sesuai program untuk mendilatasi pupil. Selain itu, oleskan kortikosteroid topical sesuai program untuk mengistirahatkan pupil.
- Setelah pembedahan, lindungi mata dengan memasangpenutup mata dan pelindung mata, menempatkan pasien pada posisi telungkup atau miring ke bagian yang tidak sakitdan melakukan tindakan keamanan umum.
- Pantau kemampuan pasien untuk melihat dengan jelas. Tanyakan pada pasien secar teratur mengenai terjadinya perubahan penglihatan.
- Pantau tekanan intraokuler secara teratur
- Pantau kepatuhan pasien terhadap terapi dan perawatan tindak lanjut sepanjang hidup.
Penyuluhan pasien
- Tekankan pentingnya kepatuhan yang sangat cermat terhadap terapi obat-obatan yang diresepkan untuk mempertahankan tekanan intraokuler rendah dan mencegah perubahan pada diskus optikus yang menyebabkan kahilangan penglihatan.
- Jelaskan semua prosedur dan terapi, khususnya pembedahan, untuk membantu mengurangi kecemasan pasien.
- Informasikan pada pasien bahwa kehilangan penglihatan tidak dapat diperbaiki namun terapi tersebut biasanya dapat mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut.
- Ajarkan pada pasien mengenai tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian medis segera, seperti perubahan penglihatan yang tiba-tiba atau nyeri pada mata.
- Beri tahu pada anggota keluarga cara memodifikasi lingkungan agar aman bagi pasien. Sebagai contoh, anjurkan untuk mempertahankan lorong dirumah dengan pencahayaan yang terang dan orientasikan kembali pasien terhadap susunan ruang jika perlu.
- Diskusikan pentingnya skrining glukoma untuk deteksi dan pencegahan dini. Tekankan pada pasien semua orang di atas 35 tahun harus melakukan pemeriksaan tonometri setiap tahun.
Daftar Pustaka
Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Stockslager, Jaime L . 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta :EGC
Stanley M, Patricia GB.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC
Pudjiastuti SS, Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC
Maryam RS, ekasari MF, dkk .2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar